MATERI 16: Tips Mudah Merevisi Cerpen

 



Setelah cerpennya jadi, jangan langsung kirim, tapi periksa lagi. Inilah tahapan yang dikenal dengan mengedit atau merevisi. Tahapan ini penting supaya cerpen kamu terlihat lebih rapi, ceritanya nyambung, lebih menawan dan yang terpenting layak kirim.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika mengedit cerpen. Nah, umumnya ada beberapa tahapan dalam mengedit cerpen.


1. Edit Umum

Adapun yang diperhatikan pada tahapan awal ini adalah:

Apakah nomor halamannya sudah dicantumkan?

Apakah jumlah halamannya sesuai dengan syarat yang diinginkan oleh media (koran/majalah), apakah jumlahnya kebanyakan atau kekurangan?

Apakah sudah ditulis judul cerpen, nama penulis dan biodata singkat (biasanya dicantumkan pada bagian akhir cerpen, berisi tentang tempat tanggal lahir, prestasi penulisan, alamat surat, nomor kontak, email dan keterangan lain yang mendukung)?

Apakah pengaturan pengetikan sudah sesuai dengan standar yang berlaku: ukuran kertas A4, rata kiri kanan, spasi ganda, garis teks 3 cm (kiri, kanan, atas dan bawah), dan Times New Roman ukuran 12?


2. Edit Bahasa

Adapun hal-hal yang perlu dicermati pada tahapan edit kedua ini adalah:

Apakah penulisannya sudah sesuai dengan kaidah penulisan Bahasa Indonesia yang benar?

Perhatikan penulisan tanda baca (titik, koma, tanda kutip, seru, dan tanya). Hal ini yang sering diabaikan oleh penulis pemula. Kamu bisa belajar sendiri dengan memperhatikan baik-baik penggunaan tanda baca pada sebuah cerpen yang sudah diterbitkan di koran atau majalah. Tolong perhatikan baik-baik penulisan tanda bacanya!

Contoh penulisan tanda baca dalam dialog yang benar:

“Aku akan pergi,” kata Budi yang langsung berdiri.

“Kamu pergi sekarang?” tanya Budi.

“Pergi kau!” bentak Budi. 

“Kita pergi sekarang.” Aku dan Budi bergegas menuju kampus.

Dalam kalimat dialog yang berakhiran tanda tanya/seru, kata setelahnya tetap ditulis kecil karena masih satu kalimat. Contoh: “Apakah kamu akan datang?” tanya Lastri. Atau contoh lain: “Pergi kau!” teriak Asni. 

Setiap kalimat pertama dimulai dengan hurup kapital, walau itu dalam kalimat dialog.

Buang kata-kata mubazir yaitu kata yang ditulis berulang-ulang, yang maknanya sama, pengulangan subjek yang sama, dan kata yang maknanya tidak tepat.

Setiap awal kalimat dialog sebaiknya dijadikan paragraf baru, dan harus ditulis dijorokkan ke dalam atau tekan tombal (TAB) di keyboard.

Kata “di” sebagai kata depan ditulis terpisah dengan kata setelahnya, contoh di pasar, di sekolah, di rumah, di manapun, di sini, di sana dll. “di” sebagai imbuhan ditulis serangkai dengan kata setelahnya contoh ditulis, dibaca, dimulai, disiapkan, dll. 

Kata “ke” sebagai kata depan ditulis terpisah dengan kata setelahnya, contoh ke pasar, ke sekolah, ke rumah, ke mana, ke sini, ke sana dll. “ke” sebagai imbuhan ditulis serangkai dengan kata setelahnya contoh kepenulisan, kecantikan, kelelahan, kemalasan, dll. 

Awal kalimat harus huruf besar.

Awal kalimat dialog harus huruf besar.

Awal nama orang harus huruf besar.

Biasakan menulis kalimat yang pendek, 10-15 kata per kalimatnya. Supaya pembaca lebih terang menangkap maksud isi kalimat. Semakin panjang kalimatnya, semakin kabur makna yang ditangkap pembaca.

Dalam kata sapaan keluarga yang menyebutkan kata ganti untuk tokoh cerita ditulis huruf besar baik dalam dialog maupun narasi/deskripsi seperti Emak, Ibu, Bunda, Mama, Abah, Ayah, Papa, Papi, Bapak, Adik, Abang, Kakak, Paman, Om, Tante, Nak, Nenek, Kakek, Mbak, Mbah, dll. Kalau diikuti dengan nama, juga huruf besar seperti Ibu Ani, Bang Poltak, Kak Rini, dll..

Jangan biasakan menulis 2 titik (..) atau 2 koma (,,) karena tidak ada maknanya. Kalau 3 titik (…) atau tanda ellipsis untuk kalimat yang tidak selesai. Kalau di ujung kalimat, harus ditambah 1 titik lagi jadi 4 titik (….) fungsinya sebagai penutup kalimat. Tanda pink selanjutnya adalah kesalahan yang sama.

Jika huruf besar dan kecil disatukan dalam satu kata, maka harus ada tanda hubung (-) contoh lainnya, kepada-Nya, KTP-ku, SPP-nya, se-Indonesia, di-PHK dll.

Hindari menulis bahasa gaul dalam narasi/deskripsi tapi cukup dalam dialog saja.

Penulisan footnote/catatan kaki, caranya letakan kursor di ujung kata/kalimat lalu tekan bersamaan tombol: CTRL+ALT+F kemudian tulis artinya dalam bahasa Indonesia.

Penulisan tanda hubung (-) pada kata ulang ditulis serangkai/disatukan dengan kedua kata sebelum atau setelahnya.

Setelah titik-titik (yang hanya boleh 3 titik, tanda ellipsis) harus spasi dengan kata sebelum dan setelahnya.

3. Edit Isi Cerpen

Ada beberapa hal yang harus kamu perhatikan supaya cerpen kamu enak dibaca dan layak terbit:

Perhatikan kelancaran jalannya cerita, apakah mengalir atau tersendat-sendat.

Perhatikan apakah ada loncatan cerita yang tiba-tiba, bisa karena penggunakan bahasa yang seketika (dari bahasa Indonesia ke bahasa daerah tertentu tanpa didukung oleh penguatan tokoh atau seting cerita).

Hindari peristiwa kebetulan dalam cerita. Dalam cerpen, tidak ada sesuatu yang kebetulan harus ada penyebabnya. Seringnya kejadian kebetulan dalam sebuah cerpen, akan merusak plot cerita. Bisa-bisa pembaca kamu merasa dikibuli, akhirnya mereka tidak percaya lagi.

Apakah konfliknya sesuai dengan tema cerpen?

Apakah ending sudah bisa menjawab akhir dari konflik yang terjadi?

Adakah sesuatu yang didapatkan pembaca setelah membaca cerpen kamu itu?

Apakah karakter tokoh sudah benar-benar terasa?

Apakah pembaca mengerti jalan cerpen kamu itu sehingga pesan yang kamu harapkan bisa mereka tangkap?




4. Penulisan Kata Ganti

Dalam kaidah penulisan Bahasa Indonesia, dikenal adanya kata ganti orang pertama, kedua dan ketiga.

Kata ganti orang pertama tunggal: aku, saya, beta, ane (Betawi), ana (Arab), ambo (Minang), dll.

Kata ganti orang pertama jamak: kami.

Kata ganti orang kedua tunggal: kamu, engkau, Anda, dan saudara.

Kata ganti orang kedua jamak: kalian.

Kata ganti orang ketiga tunggal: dia, ia.

Kata ganti orang ketiga jamak: mereka.


Khusus penulisan untuk kata ganti “ku”, “mu”, “kau” dan “nya” berbeda dari penulisan kata ganti yang disebutkan di atas:

“ku” sebagai kata ganti “aku”

“mu” sebagai kata ganti “kamu”

“kau” sebagai kata ganti “engkau”

“nya” sebagai kata ganti semua orang ketiga (tunggal dan jamak)

Penulisan kata ganti “ku”, “mu”, “kau” dan “nya” adalah sebagai berikut:

 1) “ku” ditulis serangkai/disatukan di awal kata atau di akhir kata.

*ditulis serangkai di akhir kata jika itu adalah kata benda/sifat, contoh: bukuku, penaku, komputerku, istriku, cintaku, rinduku, dll.

  *ditulis serangkai di awal kata adalah kata kerja, contoh: kubaca, kutulis, kudengar, kulihat, dll.

 2) Penulisan “mu” dan “kau” 

*”mu” ditulis serangkai di akhir kata, yang biasanya adalah kata benda/sifat, contoh: bukumu, cintamu, bacaanmu, tulisanmu, novelmu, cintamu, kasihmu, rindumu, dll.

 *”kau” ditulis serangkai di awal kata, biasanya untuk kata kerja, contoh: kautulis, kaubaca, kaurindukan, kaukasihi, kaucintai, dll

 3) “nya” sebagai kata ganti orang ketiga

*ditulis serangkai di akhir kata untuk kata benda/sifat: tulisannya, bukunya, novelnya, cintanya, rindunya, dll.

 

5. Pengulangan Subjek dalam Satu Paragraf

Ini contoh kasus penulis yang tak kreatif selalu mengulang-ulang subjek dalam satu paragraf. Amit-amit jika dalam satu kalimat sampe 5 kali subjeknya diulang. Waduh ... bikin lemas yang bacanya.

Contoh pengulangan subjek dalam satu kalimat:

Dia datang membawa bakul nasi, lalu dia meletakannya di atas meja makan yang dia lap karena mejanya basah oleh air yang tak sengaja dia tumpahkan dari gelas yang dia letakkan sembarangan. (hitung sendiri berapa kata diulang kata “dia” dalam kalimat ini)

Kalimat yang lebih lezat:

Dia membawa bakul nasi hendak diletakkan di atas meja makan, tak sengaja tanggannya menyenggol gelas berisi air hingga tumpah membasahi meja, segera dilapnya.


Paragraf yang berisi pengulangan subjek yang membosankan dalam setiap kalimatnya, contoh:

Doni mengambil surat itu dengan ragu. Doni menimbang-nimbang apakah dia akan membacannya atau tidak. Mata Doni mengamati amplop yang tak beralamat pengirim itu. Kemudian Doni berdiri dari duduknya menuju jendela. Terdengar dengus napas Doni yang dia hembuskan dengan berat. Doni menduga-duga apa isi surat itu. Apakah ini dari Siska, pacar Doni yang dia putuskan sebulan lalu?

(hitung sendiri berapa kali kata “Doni” dan “dia” diulang dalam paragraf di atas)

Nah, bandingkan dengan paragraf ini:

Ragu-ragu Doni mengambil surat tanpa alamat pengirim itu. Tangannya menimang-nimang sebentar, apakah harus mem-bacanya sekarang. Sekali lagi matanya mengamati lekat-lekat surat itu. Masih ragu. Berlahan diangkat bongkongnya dari tempat duduk lalu melangkah menuju jendela. Nafasnya mendengus berat. Apakah ini dari Siska, pacarnya yang diputus sebulan lalu, duganya?


6. Kaidah Penulisan Kata Sapaan

Kata sapaan adalah kata yang digunakan untuk menegur sapa orang yang diajak berbicara (orang kedua) atau menggantikan nama orang ketiga. Kata sapaan ini harus ditulis dengan huruf kapital, baik dalam kalimat dialog maupun di narasi atau deskripsi.

Berikut adalah beberapa contoh kata yang dapat digunakan sebagai kata sapaan.


Pertama, nama diri, seperti Anto, Karni, Nurmala. Nama diri ini biasanya untuk menyebut diri sendiri atau memanggil tokoh cerita yang lain. 

Contoh: 

Yully duduk gelisah, “Apakah Ibu harus diberi tahu? Tapi aku takut masalah ini akan membuat Ibu murka.” Gamang hati Yully terus menghantuinya.

“Edel, apakah kau tidak mendengar pesan Ibu? Dasar anak bandel!” gerutu Okti, kakaknya Edel. 

Siang itu Rik sedang berbelanja di sebuah toko makanan. Namun niatnya urung setelah sepintas melihat Kun ada di toko itu, pasti anak itu akan menodongnya untuk membayar makanannya, mana ini akhir bulan lagi.


Kedua, kata sapaan yang berhubungan dengan hubungan darah/kekeluargaan: Bapak, Ibu, Mama, Emak, Umi, Paman, Bibi, Pakde, Bude, Adik, Anak, Kakak, Abang, Kangmas, Mas, Uda, Umak, Abah, Abak, Om, Kakek, Eyang, dll. 

Contoh: 

Sedari tadi Emak menatap gelisah ke halaman rumah. Berharap gadis kecilnya segera pulang. “Sudah magrib, kenapa Tina belum pulang?” gumam Mak Edel dalam hati.

“Maaf Mak, aku tak sengaja menjatuhkan vas bunga itu,” suara Tally gemetar.

“Sudah Bapak bilang, kamu jangan bermain lagi sama Sandza!” suara Bapak terdengar bergemuruh di dada Andri.

“Kamu ikut Om saja. Hidupmu akan jauh lebih bahagia,” bujuk Ali kepada Nonna.

“Seingat Tante tidak ada temen cowok kamu yang ganteng, apalagi tajir,” mata Tante Phoe mendelik sinis kepada Yazmin.

Untuk beberapa hari Mas Hadi menginap di rumah kami. Kesempatan ini disambut baik oleh Mbak Repita dengan senyuman manisnya, ini kesempatan emas untuk mengenal lebih lekat lelaki berjenggot sejengkal itu.


Bukan kata sapaan jika tidak tokoh cerita dan hanya bersifat umum: ditulis huruf kecil.

Contoh: 

Dalam acara itu, setiap ibu harus membawa bekal sendiri dari rumah. Sedangkan bapak-bapak tidak dibolehkan merokok selama acara. Dan, anak-anak diminta untuk tidak bergelut atau bermain-main selama acara berlangsung.

Sebagai seorang ayah, seharusnya Haris berani mengakui kalau Tri itu adalah anaknya.

Hati emak mana yang tega melihat anaknya belum menikah yang usianya sudah mendekati kepala tiga. 

Ketiga, profesi atau jabatan atau gelar kepangkatan, seperti Jenderal, Kapten, Profesor, Dokter, Lurah, Camat, Pak RT/RW, Menteri, Presiden. Tapi harus diingat kata sapaan profesi ini hanya digunakan dalam kalimat percakapan langsung atau kalimat narasi/deskripsi yaitu menjelaskan posisi tokoh cerita. Jika tidak tokoh cerita maka cukup ditulis huruf kecil (nanti bagian bawah akan dijelaskan lebih lanjut).

Contoh:

Pagi ini, Jenderal Ali Musafa akan datang berkunjung ke Kampung Writing Revolution.

Kepala Kampung datang tergesa-gesa, “Mana kepala suku yang lain? Aku akan menagih utang kepada mereka.”

“Selamat pagi Suster Ayu,” sapa Teguh dengan senyum termanisnya.

“Sudah aku bilang, lapor dulu sebelum meninggalkan kampung!” kesal Kepala Suku Kampung Writing Revolution 01 kepada Makedel yang sering lupa membagikan jatah kuaci warga.

Kali ini Bu Guru Wahyu menampakkan ketegangan tingkat tinggi. Wajahnya yang ayu seketika jadi setengah matang waktu berpapasan dengan Kopral Inggar.


Bukan kata sapaan jika bukan tokoh cerita dan tidak diiringi dengan penyebutan nama: ditulis huruf kecil.


Contoh:

Rombongan itu terdiri dari seorang jenderal bintang empat dan beberapa ajudannya, juga diikuti oleh bupati, camat, lurah dan ketua RW sekeluruhan itu.

Kali ini kepala kampung itu tidak bisa berkata-kata lagi.

Setiap desa seharusnya memiliki seorang dokter yang bisa setiap saat melayani masyarakatnya.


Keempat, nama panggilan yang menentukan kedudukan pelakunya dalam masyarakat, seperti Tuan, Juragan, Pak Haji, Nyonya, Nona, Datuk, Batin, Tabib, Dukun Ketua Adat.

Semua tidak menyangka jika Juragan Deka bisa pulang kampung begitu cepat. Padahal katanya tidak akan pulang kampung sebelum bisa memboyong istrinya pulang.

“Si Ivy nanti kasih obat ramuan bunga 7 bau ini ya,” pesan Mak Dukun Ghara kepada Anung, ayahnya Ivy.

Terlihat Tabib Agus melafaz mantra dengan mulut monyong ke kiri, kanan, atas, bawah, lalu meludah ke delapan mata angin tanpa peduli cipratannya hinggap di dahi siapa saja yang  ada di ruangan kecil itu.

Pak Haji Yogi tersenyum senang bakal dapat mantu kaya.


Bukan kata sapaan jika bukan tokoh cerita dan tidak diiringi dengan penyebutan nama: ditulis huruf kecil.

Sebagai seorang tabib yang disegani di kampung ini, seharusnya Malym tidak melalukan tindakan tidak terpuji itu.

Semua orang di kampung ini kenal dengan juragan pemilik penggilingan padi itu.


Kelima, nama pelaku, seperti: Penonton, Peserta, Pendengar, atau Hadirin. Ini hanya diucapkan pada kalimat dialog saja yang tujuanya untuk memuliakan jika dalam kalimat narasi/deskripsi cukup ditulis huruf kecil.

Contoh:

“Diberitahukan, semua Peserta Kelas Gokil Online harap memperagakan gerakan ngakak tanpa suara.”

“Semua Hadirin dipersilakan tidur kembali.”

“Baiklah, Pendengar sekalian harap mencatat dengan baik resep antimati muda seperti yang Suster Ayu sampaikan tadi. Semoga berguna bagi keawetan kamu di kemudian hari,” kata Penyiar radio yang diselingi lagu “Bujangan” Om Haji Rhoma.


Bukan kata sapaan jika tidak orang yang disapa dan tidak diiringi dengan penyebutan nama: ditulis kecil.

Contoh:

Setelah diberi aba-aba, semua peserta guling-guling memegang kepalanya.

Sebagai pendengar yang baik, aku tidak akan memotong pembicaraannya asalkan dia nanti harus mentraktirku dengan bakso kambing.

Para penonton dibuat terpukau oleh kebolehan Repita mengangkat gentong cuma dengan jari kelingkingnya.


7. Penulisan Tanda 3 Titik/Ellipsis

Saya sendiri agak bingung dengan penulisan tanda 3 titik (...) atau ellipsis. Namun setelah mempelajari dan mengamati ternyata ada 3 versi penulisan tanda 3 titik yang berlaku dan boleh memakai salah satunya:

Ditulis serangkai dengan kata sebelumnya, contoh: “Aku ingin pergi...” kata Anto.

Ditulis terpisah dengan kata sebelum/sesudahnyanya, contoh: “Aku ingin pergi ... semuanya serba mendadak,” kata Anto.

Ditulis serangkai dengan kata sebelumnya dan diakhiri dengan koma (,) contoh: “Aku ingin pergi...,” kata Anto.

Ilmu itu selalu dinamis dan berkembang, sebagai manusia pembelajar sejati kita harus selalu terbuka dengan perkembangan dan perubahan dalam kaidah penulisan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Doa Bisa Meninggal Husnul Khotimah (Akhir yang Baik)

Tetap Semangat Wuhan

KISAH KYAI DAN PELACUR